Dan Cinta masih duduk menghadap sebuah jendela besar dengan mata nanar.
Di luar hujan sedang melakonkan masa lalunya. Banyak kenangan indah. Namun ada juga irisan-irisan memori dimana dirinya dicampakkan begitu saja.
Beberapa tahun yang lalu Cinta bertaut pada seorang Perempuan. Perempuan ini senang sekali memiliki Cinta. Cinta dikenalkan pada seorang Laki-laki. Pada akhirnya terjadilah sebuah ikatan. Perempuan-Cinta-Laki-Laki. Laki-Laki-Cinta-Perempuan.
Mereka bertiga tidak terpisahkan. Cinta selalu menciptakan hasrat sebagai perekat.Bahkan Cinta mampu membuat Laki-laki melamar Perempuan pada suatu hari.
Satu tahun. Dua tahun. Tiga tahun. Anak pertama lahir. Anak kedua dikandung.
Laki-laki mulai sibuk. Perempuan mulai darah tinggi. Cinta hanya bisa berdiam diri. Cara apapun sudah dicoba agar Cinta tetap menyatukan mereka. Hasilnya nihil.
Kira-kira hubungannya jadi begini : Laki-laki-Benci-Cinta-Benci-Perempuan. Ya, Benci diajak Laki-laki masuk ke dalam lingkaran rumah tangga mereka.
Menginjak tahun keempat, Laki-laki bertemu dengan seseorang. Laki-laki tidak mengenalkan Cinta dengannya. Apalagi Perempuan. Laki-laki hanya memuaskan keinginan daging. Boleh dibilang juga sebagai pelampiasan atas runtuhnya komitmen.
Hubungan mereka semakin intens.
Cinta merasakan ada yang tidak beres. Ia lalu bertanya kepada Perempuan.
“Mengapa akhir-akhir ini Laki-laki begitu dingin?”
“Laki-laki itu sudah punya persinggahan lain Cinta.”
“Siapa?”
“Saya tidak punya nafsu untuk membahasnya.”
“Bukankah kamu adalah pelabuhan terakhirnya?”
“Ah, Cinta, Cinta, kamu ini bodoh atau pura-pura bodoh?”
“Saya tidak mengerti.”
“Begini saja, kamu bisa kembali ke tempat asalmu. Sepertinya Laki-laki dan saya sudah tidak membutuhkan kamu lagi. Tidak ada gunanya saya mempertahankan kamu Cinta. Malah makin runyam.”
“Kalian tidak menginginkan saya lagi? Untuk anak-anak kalian juga tidak?”
“Tenang saja Cinta, saya pasti akan menceritakan kepada mereka kelak. Bahwa karena kamulah mereka lahir.”
“Kalau itu sudah menjadi keputusan yang mutlak, saya akan segera pergi. Walapun rasanya berat sekali. Mmm, Perempuan, untuk yang terakhir kalinya saya ingin tahu, siapa sosok yang tega duduk di posisimu sekarang?”
“Kamu mau tahu? Namanya Pria Simpanan.”
Cinta menghapus air mata yang jatuh sedari tadi saat mengingat perbincangan terakhirnya dengan Perempuan.
Kini ia beranjak untuk mencari sosok yang membutuhkannya.
-Jakarta, Maret 2011, V-
No comments:
Post a Comment