8.19.2011

Day 10 - Selamat Datang!




Sudah lama saya tidak menyentuh papan berhuruf yang berhadapan dengan layar 14 inci ini. Ya, menjadi agak sedikit (mungkin sangat) sibuk dengan dunia saya sebagai seorang ibu baru.

Akhir bulan enam kemarin adalah awal dari kehidupan yang sekarang saya jalani. Malaikat mungil yang selalu saya nantikan hadir. Lengkap dengan tangisannya yang membahana, senyumnya yang mencuri hati, ocehannya yang mampu meluluhkan segala keletihan, dan seterusnya, dan seterusnya.

Terhitung sangat sulit perjalanannya. Saya tidak pernah menyangka mama papa saya sanggup (dan masih) melakukannya hingga kini.

Setiap saya bangun, saya masih terpana, bahwa kini kewajiban saya bukan lagi memberi makan diri sendiri. Malaikat mungil yang keluar dari rahim saya bergantung satu kali dua puluh empat jam, tujuh kali seminggu. Penuh. Total. Dapatkah kamu membayangkan bagaimana akhirnya saya betul-betul menjadi perempuan yang berguna?

Itu hanya soal makan. Lain lagi halnya dengan soal membersihkan kotoran, memandikan, menggendong, menyenandungkan nyanyian, mengajak bermain, dan bercerita. Yang paling berat adalah urusan moral dan akhlak. Jadi apa dan siapa ia nanti, semua berawal dari didikan saya. Juga mantan pacar saya tentunya.

Acapkali saya keluar dari jalur kesabaran. Dunia yang belum pernah saya diami ini terkadang tidak ramah (menurut perasaan saya). Kata orang sih saya kena baby blues. Sebenarnya saya tidak begitu peduli dengan istilah itu. Ibu baru manapun pasti merasakannya. Hanya kadarnya berbeda. Tidak punya waktu tidur yang cukup. Tidak punya waktu untuk diri sendiri. Tidak leluasa. Juga ‘tidak’ yang lain. Puncaknya pasti pada sebuah keadaan dimana saya selalu merasa bahwa saya sendirian menanggung ini semua. Namun, ketika kembali mendapat kesempatan untuk melihat wajah lugunya, hati saya terobati.

Benak saya ikut bersuara. Menjadi seorang ibu akan memakan waktu seumur hidup untuk mengemban tanggungjawab. Apapun bentuknya. Jadi tidak boleh ada kata menyerah. Walaupun sempat terbersit pemikiran bahwa saya sebenarnya siap atau tidak, titipan Sang Khalik ini HARUS saya jaga dengan hati.

Selamat datang Melody Gracia Gultom, saya tidak punya sisa kata lagi untuk mengungkapkan betapa bersyukurnya saya memiliki kamu. Saya sangat mencintai kamu dengan darah saya, airmata saya, tawa saya, dan tentu saja hati saya.


-Jakarta, Agustus 2011, V-

6.08.2011

Day 9 - Selamat!




Buat saya, hujan selalu membawa basah dan sejuk untuk hati. Baunya yang bercampur dengan tanah pun menjadi riak semangat tersendiri untuk kalbu. Nyaman.

Malam ini hujan akan membawa rasa syukur saya kepada kamu. Ada yang ingin saya bagi.

Dulu saya pernah menulis tentang seorang wanita yang menjadi inspirasi saya lewat keteguhan imannya. Saya menulis kisahnya di jejaring sosial tanggal 23 November 2010. Saya berbagi soal gigihnya beliau dan suami berjuang untuk mendapatkan sang generasi.

Pengharapan dan usaha yang mereka lakukan ternyata tidak pernah mengenal kata lelah. Terus menerus dilakukan dan diyakini bahwa suatu saat semua akan berakhir pada hasil yang baik. Dan kamu tahu? Mereka membuktikannya! Tidak ada yang mustahil kalau kita mau percaya. Sembilan bulan ke depan malaikat kecil mereka akan hadir. Dan dia pasti menjadi hadiah yang paling berharga dalam masa empat tahun penantian.

Saya menitikkan air mata bahagia. Saya melihat langsung keajaiban yang Sang Khalik ciptakan. Dan, saya belajar bahwa tidak gampang untuk memelihara iman sebesar yang mereka punya. Perlu nyali!

Kejar dan lakukanlah APA yang menjadi kewajiban kita, tanpa memikirkan BERAPA upah yang akan Sang Khalik berikan jika semuanya dilakukan dengan benar. Apapun akan ditambahkan kepada kita secara otomatis, semudah menjentikkan jari. Bahkan diluar kapasitas logika kita, manusia.

Selamat untuk datangnya jawaban atas pengharapan dan kerja keras! Saya sayang kalian!

NB : Hujan, jangan lupa ya, cerita saya dibagikan untuk siapapun yang bernyali besar!

-Jakarta, Juni 2011, V-

5.25.2011

Day 8 - Jenuh




Sebenarnya saya ingin teriak saja. Rasa jenuh susah sekali dihindari.

Desakan ini begitu kuat. Mengepak barang seadanya ke dalam koper, pergi ke bandara, membeli tiket ke tempat yang belum pernah dihinggapi, lalu berangkat menjauhi kesendirian. Sepertinya menyenangkan.

Jawabannya sudah pasti : TIDAK BISA UNTUK KALI YANG INI.

Hari ini saya sudah mencoba menghabiskan waktu dengan memasak, membaca buku, membuka tautan-tautan internet, menonton televisi yang semakin hari menayangkan program yang tidak beresensi, menyelam di jejaring sosial, dan lain-lain, dan lain-lain. Hasilnya : nihil.

Tidak tahu sebenarnya apa yang saya butuhkan. Membuat sibuk diri sendiri di rumah sepertinya hanya perwujudan dari pelarian. Sifatnya hanya menambal. Tidak terisi sampai padat.

Kalau kamu jadi saya, bagian mana yang harus disyukuri?

Setelah berpikir lama, ada satu hal yang tetap bisa diberikan rasa syukur (Tadinya, saya juga tidak punya nyali untuk menjawab). Ya, rasa jenuh itu sendiri. Bayangkan saja kalau kita mati rasa, pasti hidup kita tidak akan punya warna. Tidak punya cerita. Tidak ada yang dituangkan dalam tulisan seperti yang sedang saya lakukan sekarang. Saya bahkan bisa menjamin, buku harianmu pun akan kosong melompong.

Dan, saya tidak akan berbohong. Detik ini pun saya masih jenuh. Juga masih berharap semua berlalu dengan lekas.



-Jakarta, Mei 2011, V-


5.23.2011

Day 7 - Pelajaran Hari Ini



Saya ini manusia biasa. Pernah kecewa. Dan saya tidak ingin mengorek luka saya yang lama.

Apalagi kamu, lebih tidak berhak lagi!

Semua orang punya privasi. Saya menjunjung tinggi itu. Dan saya berharap kamu juga menghargai milik saya.

Tujuan saya bukan untuk membalaskan dendam. Tidak. Saya sudah tidak mendendam. Saya hanya tidak ingin punya urusan dengan masa lalu. Masa dimana tidak ada kedewasaan dalam persahabatan. Buat saya, pergaulan yang buruk itu tetap saja merusak kebiasaan yang baik. Jadi, lebih baik dihindari kan?

Saya memang ekspresif. Dalam hal apapun, saya akan menyampaikannya dengan frontal. Saya tidak akan menyembunyikan respon. Hari ini, kamu saya anggap kelewatan, karena kamu tidak punya hak untuk membagikan apa yang bukan menjadi milik kamu. Reaksi saya, ya pasti begitu. Sedikit tidak mengenakkan.

Maafkan saya. Bukannya saya tidak ingin berbagi hal-hal pribadi. Hanya saja, semua harus ada aturannya. Karena kamu tidak hidup sendirian di dunia ini. Fortunately, ada hal baik yang saya pelajari dari kamu, saya semakin mengerti tentang bagaimana caranya menghargai sesama. Terimakasih ya! Saya bersyukur!

-Jakarta, Mei 2011, V-

5.19.2011

Day 6 - Permohonan Untuk Para Tikus




Hari ini tidak banyak yang saya alami. Hanya mengerjakan rutinitas.

Setengah hari saya habiskan untuk memelototi layar televisi yang menampilkan sejumlah berita tentang negeri ini. Hasilnya sama saja setiap hari : kontroversi pemerintahan dengan keadaan rakyat.

Kekonyolan demi kekonyolan dipampang dengan jelas. Sepertinya memang tidak ada lagi sisi yang baik dari negeri ini.

Entah harus menggerutu atau bersyukur. Kalau saya, tetap saja memilih untuk bersyukur. Biar bagaimanapun, saya hidup dari tanah air yang dicap bobrok ini.

Berdoalah untuk bangsa ini dan berlakulah baik. Mulai dari diri kita sendiri saja, supaya generasi yang lahir berikutnya tidak rakus seperti yang sudah-sudah. Mungkin menurut kita tidak ada gunanya karena pergerakan signifikan pun sudah sering memberondong para petinggi yang bisanya hanya menghabiskan jatah rakyat. Tetapi, percaya saja, selalu ada jawaban untuk permohonan yang tulus.

Semoga tikus kecil dan tikus besar yang menggerogoti bangsa kita tidak hidup jorok lagi dalam kegelimangan harta yang didapat dari penderitaan orang lain.

-Jakarta, Mei 2011, V-