9.27.2012

Lebih



-google-

Setidaknya, sebelum bulan September ini berakhir, ada sebuah cerita yang harus saya usung. Demi keeksisan blog ini. Hahaha!

Walaupun sebenar-benarnya, sulit untuk merampungkan semua kata-kata yang membludak. Juga terbentur dengan minimnya waktu yang saya miliki. Mahfumlah, ibu beranak satu.

Ah, kita cerita-cerita saja yuk!

Saya ingin berbagi tentang hal 'berlebihan' denganmu.

Sekali waktu saya melihat status jejaring sosial milik teman saya. terucaplah sebuah jargon yang belakangan saya sadari sebagai sebuah tren. Ya, di Indonesia ini luar biasa banyak trennya bukan?

"Trus, gw mesti bilang WOW gitu?" atau versi kreatif tapi menggelikan "Trus, gw mesti naek ojek ke Meksiko, joget-joget pake gaya Gangnam, nyanyi lagu Agnes Monica di puncak gunung Jaya Wijaya, cuma untuk bilang WOW gitu?"

Saya berani bertaruh. Pasti kamu juga sudah mendengarnya. Atau minimal membacanya. Atau jangan-jangan kamu yang menciptakannya?

Hal yang lumrah bagi remaja masa kini. Sementara, bagi saya yang tentunya sudah bangkotan, ini adalah hal yang mampu mengocok isi perut. Saya yakin, jargon ini punya alasan untuk lahir. Dan yang paling mungkin menurut logika saya adalah karena bersinggungan dengan hal yang dinilai berlebihan oleh sang pencipta ide jargon. Sekali lagi salut untuk kreatifitasnya.

Berbicara tentang 'lebih', apa yang terlintas di benakmu?

Buat saya, semua yang kurang atau berlebihan menimbulkan akibat yang tidak semestinya baik. Jika tepat takarannya, tepat pula hasilnya. Sekali lagi ini menurut logika dangkal saya.

Terkadang kita bertemu dengan orang-orang yang 'berlebihan'. Berlebihan pada perasaan sehingga terlalu sensitif, berlebihan curiga, berlebihan dalam berkata-kata, berlebihan pada rasa tidak ingin kalah, berlebihan pada pertemanan sehingga tidak tahu tempat dan situasi, berlebihan pada pameran harta benda, berlebihan pada adu gaya dan keeksisan tanpa peduli utang menumpuk, berlebihan pada keinginan pengakuan dari orang lain, berlebihan tentang pembuktian jati diri, lalu seterusnya, dan seterusnya.

Mohon maaf. Tidak ada maksud saya untuk menyinggung kamu. Terkadang saya juga begitu. Berlebihan.

Sebenarnya, dunia ini memang ramai dengan orang-orang seperti ini. Selama tidak mengganggu, yaaaa, biarkan saja. Hanya, persoalan pasti datang kalau ternyata mengusik bukan?

Seperti saya. Yang akhirnya menghapus beberapa akun facebook milik pemaki. Atau milik alay-ers. Atau nyengir kesana kemari apabila berbincang dengan orang yang tidak pernah memandang sesuatu dari sisi positif. Atau yang tiap saat pamer. Atau yang tiap saat terlihat ngibul-nya. Atau yang tiap saat ingin seluruh dunia tahu bahwa dia menderita (seolah-olah makhluk selain dirinya tidak pernah kesusahan). Sekali lagi, mohon maaf, saya juga bisa muak.

Persoalan hidup bukanlah semata-mata tentang hal sepele yang harus dilebih-lebihkan. Banyak detil yang lebih berat kapasitasnya untuk dipikirkan. Lagipula, tidak usah khawatir, semua sudah ada porsinya. Bahkan kesusahpayahan pun ada batasnya diberikan Sang Khalik pada kita. Tidak akan melebihi kekuatan kita. Contoh konkrit bukan?

Yang tadi negatif semua ya?

Bagaimana dengan 'berlebihan' yang positif?

Menurut saya (lagi-lagi) dengan pemikiran pendek, tetap saja kurang baik. Mengapa? Jika kamu termasuk orang yang sangat kaya raya, sangat baik hati, sangat pandai, sangat bahagia, sangat rendah hati, sangat sopan, sangat segala-galanya, BAGILAH KELEBIHANMU PADA TEMPATNYA! Sehingga semuanya pas. Tidak kurang. Tidak lebih. Dan semua orang yang mendapatkan kelebihanmu akan bersuka karena kekurangan mereka tertutupi.

Karena, kelebihan kita, bukan milik kita. Semua dititipkan. Ya, semuanya. Milik kita hanya sebatas cukup.

Selamat mengatur semua kelebihan dan kekurangan kita.


-Jakarta, September 2012, V-