3.27.2011

#Day 30 - Akhir




Pernah tertarik dengan akhir?

Akhir itu rupanya seperti sebuah titik pada kalimat. Memiliki makna sebagai perhentian dari langkah yang dibuat oleh awal.

Hidup punya akhir. Dan kita tidak tahu kapan ia datang. Setiap detik yang kita miliki harus dihargai.

Sekarang, semua orang boleh berbangga dengan apa yang dipunyai di dunia. Asal jangan jadi berhala. Kalau dianugerahi rumah mewah, ingatlah bahwa pada akhirnya kita akan tinggal di petak basah berukuran 2x1 meter. Kalau dianugerahi mobil berkelas, ingatlah bahwa pada akhirnya kita akan diantar oleh mobil jenazah dengan merk antah berantah. Kalau sekarang kita bisa beristirahat di peraduan yang luar biasa empuk, ingatlah bahwa pada akhirnya kita akan tidur beralaskan tanah dingin bertemankan cacing. Siapapun kita, selama masih berwujud manusia, akan kembali ke tanah.

Mulailah untuk berpikir tentang hal-hal yang berada di akhir kehidupan. Tentang hidup setelah kematian. Jangan melulu mengejar apa yang ada di dunia, karena kefanaan itu tidak abadi. Belajarlah untuk mengerjakan apa yang menjadi keinginan Sang Khalik. Karena DIA lah tujuan kita pada akhirnya.

Terserah, apapun yang kau anut dan kau yakini, pakailah caramu.

Hari ini adalah hari terakhir dari projek saya, 30 hari menulis blog. Saya menyadari bahwa apa yang saya mulai sampai juga pada akhirnya. Semoga apa yang sudah saya bagi bisa punya nilai. Terimakasih sudah setia.

Dan saya, Vanny Unmehopa, [tidak akan] berhenti menulis sampai disini.



-Jakarta, Maret 2011, V-

3.26.2011

#Day 29 - Mulut




Mulut itu bukan sekadar indera. Apa yang keluar dari liangnya punya kuasa.

Kau boleh percaya. Boleh juga tidak.

Silakan bergaul dengan orang yang cinta makian. Dalam beberapa saat kau akan menjadi sepertinya. Kotor. Begitu sebaliknya. Kalau kau berakrab dengan orang yang perkataannya membangun, maka hidupmu akan jauh lebih berguna dan positif.

Apa yang diucapkan mulut meluap dari hati. Kalau kau tidak hati-hati, menajiskan orang pun bisa kau lakoni. Mulut bisa manis. Bisa juga memberangus.

Saya pernah jadi korban mulut yang jorok. Baunya seperti comberan. Yang keluar hanyalah fitnah. Menyebar dengan sangat rakus. Walaupun pada akhirnya menguap bersama angin, tetap saja meninggalkan aroma tak sedap.

Tidak semuanya memang. Banyak juga mulut yang membawa wewangian. Saya belajar banyak dari komunitas yang baik. Dan saya bersyukur Sang Khalik mengizinkan saya bertumbuh bersama mereka. Doa dan keoptimisan lahir dari mulut mereka. Betapa menyenangkan.

Pilihan selalu ada di kedua belah tangan kita. Akan jadi orang yang bermulut seperti ular beludak atau sebaliknya.

-Jakarta, Maret 2011, V-

Big thanks to Popop and JTC, kalian mengajarkan saya untuk menjadi orang yang membangun lewat mulut saya.

3.24.2011

#Day 28 - Jakarta oh Jakarta




Jakarta sudah seharusnya beristirahat. Ia terlalu letih. Semua orang memperkosanya. Tidak peduli sedikit pun dengan perasaannya. Padahal ia memberikan apa saja untuk pemerkosanya. Uang, jabatan, kekuasaan, kesenangan.

Hari ini saya menelusuri sebuah jalan di daerah Kuningan. Padatnya luar biasa. Jarak yang biasanya saya tempuh selama setengah jam, naik menjadi tiga kali lipat. Semua sudut bergerak seperti siput. Jalan alternatif pun ikut-ikutan merayap. Katanya sedang ada pembangunan jalan layang. Entah Jakarta setuju atau tidak.

Jalanan macet sudah pasti bikin kita tua di jalan. Waktu 24 jam seakan tidak mumpuni. Berat sekali rasanya. Tapi itulah bagian dari perjalanan hidup. Toh beban kita tidak seberat Jakarta. Semua orang menyakitinya.

Kalau kita ingin sedikit berempati dengan Jakarta, banyak hal yang bisa kita lakukan. Setidaknya kurangilah kepenatan kepalanya. Kasihan ia. Pasti tidak pernah terlintas di benaknya bahwa ia akan diperlakukan sedemikian pahit. Rasa iba pun tak ada.

Berhentilah menyiksanya. Ia sudah tercabik.

-Jakarta, Maret 2011, V-

3.23.2011

#Day 27 - Pelacur




17.00
Ini masih dalam hitungan sore menjelang malam. Perempuan berambut sebahu itu duduk sendirian menghadap taman. Menggunakan atasan berbelahan dada rendah nan elegan. Dipadukan dengan celana berwarna khaki dan high heels senada. Mengisap sebatang rokok. Juga bertemankan secangkir kopi.

Tidak tahu siapa yang ia tunggu. Tatapannya kosong. Ia menyeruput kopinya dalam-dalam seolah esok takkan ada lagi kesempatan. Wajahnya yang cantik tak dapat menyembunyikan risau. Seperti ada yang ingin ia utarakan dengan lantang dan lepas.

21.00
Cangkir kopinya masih tergeletak di meja. Begitu pula dengan pemiliknya. Tidak berkutat dari tempat duduk semula. Hari sudah gelap.

21.10
Sesosok laki-laki paruh baya menghampiri ia. Setelan necis dan wibawa membuat laki-laki ini penuh pesona. Wangi parfumnya menyebar ke seluruh penjuru. Maskulin dan percaya diri. Laki-laki menyapa ia dengan sebuah kecupan di pipi. Manis. Tapi senyumnya memuat rasa nakal.

Beranjaklah mereka. Ke sebuah tempat dimana hasrat ditumpahkan. Landasannya bukan cinta. Tapi nafsu. Kebutuhan biologis katanya. Pelampiasan atas rasa sakit yang bertemu dengan sesaknya buncahan imajinasi.

00.00
Perempuan duduk menghadap jendela. Menyulut sebuah rokok. Membiarkan uap-uap hawa nafsu melayang di atas udara. Matanya nanar. Tidak peduli juga dengan laki-laki yang tadi merajai raganya. Baginya ini hanyalah sebuah profesi. Profesi yang bermuatan permainan belaka. Yang pada akhirnya menjadikan ia tak memiliki rasa.

Dadanya terasa sesak. Kali ini, setelah perjalanan panjang kehidupan, ia hanya ingin menyuarakan sesuatu. Lantang. Lepas. Lugas.

“Aku tidak pernah ingin jadi pelacur!”


-Jakarta, Maret 2011, V-

Terinspirasi dari kata ‘pelacur’ yang saya dengar beberapa kali hari ini. Yang ditujukan dari seseorang kepada orang lain, entah dalam arti sebenarnya atau dalam arti penzinah hati. Jangan jadi pelacur!

                                                                                                   


3.22.2011

#Day 26 - Pertemuan



Hari ini saya bertemu dengan malaikat mungil saya.

Beratnya sudah bertambah sekitar 400 gram. Sekarang, sedikit lagi 1 kilogram.
Semuanya normal dan baik-baik saja. Tenang rasanya.
Saya tidak sabar untuk segera bertemu. Mama ini orangnya penasaran nak!

Di otak saya ada bayangan kaki-kaki kecil yang menari bak ballerina. Lalu tangan berukuran mungil yang akan memasukkan apa saja ke dalam mulut. Lalu suara tawa yang memecah keheningan. Lalu tangis yang membangunkan semua makhluk hidup di malam hari.

Kamu itu hartanya mama dan papa. Tidak terbeli oleh apapun. Darah kami mengalir untukmu. Membantumu menghadapi realita.

Kami sayang (sangat) padamu.

-Jakarta, Maret 2011, V-