10.04.2012

Selamat Hari Lahir Pria Kesayangan






Matahari mulai menunjukkan batang hidungnya.

Pagi hadir membawa hari yang baru.

Berdasarkan hitungan awam, hari ini adalah peringatan kesekian untuk seorang pria yang sangat berarti.

Pria yang selama-hampir-sembilan tahun ini menempati posisi ketiga di hati setelah Tuhan dan Papa.

Pria yang setiap pagi menyenandungkan doa untuk putri kecilnya. Lalu menghabiskan waktu berdua dengannya sebelum tanggungjawab memanggil. Dan saya melihat raut wajah yang tidak rela saat batasnya tiba.

Pria yang terkadang menjadi anak-anak, meringkuk pada perbatasan bahu dan lengan saya, hanya untuk berceloteh. Ya, semua hiruk pikuk hidup yang dialami. Semua senang atau sedih. Semua wajar atau gamang. Lalu tertidur seolah-olah baru saja mendongengi diri sendiri.

Pria yang bertahan pada semua badai yang diizinkan, sehingga mampu menahkodai rumahtangganya dengan sangat baik. Menempati empati untuk merasakan apa yang sedang saya rundungi, sembari mempertahankan logika pada otaknya agar semua dapat seimbang.

Pria yang tidak pernah malu untuk mengakui bahwa dia terbatas. Memerlukan Tuhan, saya, dan orang lain. Sehingga makna hidupnya sempurna dengan kehadiran siapapun.

Saat hari ini dikumandangkan dengan lantang, saya bahagia. Tuhan (masih) menyokong dia untuk berkarya lewat apapun yang dititipkan kepadanya. Juga untuk memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih dewasa. Dan selama itulah saya percaya dia akan menamatkan tugasnya dengan baik. Dengan komitmen bahwa hidupnya adalah persembahan absolut kepada Sang Khalik.

Selamat menikmati hari ini sayang, semoga apa yang menjadi kerinduanmu terpuaskan, semoga semua hal (baik atau buruk) membawa senyuman manis untukmu, dan semoga hari ini-juga seterusnya-selalu hadir dengan istimewa seperti adanya kamu.

Selamat Ulang Tahun Pop. Peluk cium kami untukmu.





-Jakarta, Your Special Day, V-

9.27.2012

Lebih



-google-

Setidaknya, sebelum bulan September ini berakhir, ada sebuah cerita yang harus saya usung. Demi keeksisan blog ini. Hahaha!

Walaupun sebenar-benarnya, sulit untuk merampungkan semua kata-kata yang membludak. Juga terbentur dengan minimnya waktu yang saya miliki. Mahfumlah, ibu beranak satu.

Ah, kita cerita-cerita saja yuk!

Saya ingin berbagi tentang hal 'berlebihan' denganmu.

Sekali waktu saya melihat status jejaring sosial milik teman saya. terucaplah sebuah jargon yang belakangan saya sadari sebagai sebuah tren. Ya, di Indonesia ini luar biasa banyak trennya bukan?

"Trus, gw mesti bilang WOW gitu?" atau versi kreatif tapi menggelikan "Trus, gw mesti naek ojek ke Meksiko, joget-joget pake gaya Gangnam, nyanyi lagu Agnes Monica di puncak gunung Jaya Wijaya, cuma untuk bilang WOW gitu?"

Saya berani bertaruh. Pasti kamu juga sudah mendengarnya. Atau minimal membacanya. Atau jangan-jangan kamu yang menciptakannya?

Hal yang lumrah bagi remaja masa kini. Sementara, bagi saya yang tentunya sudah bangkotan, ini adalah hal yang mampu mengocok isi perut. Saya yakin, jargon ini punya alasan untuk lahir. Dan yang paling mungkin menurut logika saya adalah karena bersinggungan dengan hal yang dinilai berlebihan oleh sang pencipta ide jargon. Sekali lagi salut untuk kreatifitasnya.

Berbicara tentang 'lebih', apa yang terlintas di benakmu?

Buat saya, semua yang kurang atau berlebihan menimbulkan akibat yang tidak semestinya baik. Jika tepat takarannya, tepat pula hasilnya. Sekali lagi ini menurut logika dangkal saya.

Terkadang kita bertemu dengan orang-orang yang 'berlebihan'. Berlebihan pada perasaan sehingga terlalu sensitif, berlebihan curiga, berlebihan dalam berkata-kata, berlebihan pada rasa tidak ingin kalah, berlebihan pada pertemanan sehingga tidak tahu tempat dan situasi, berlebihan pada pameran harta benda, berlebihan pada adu gaya dan keeksisan tanpa peduli utang menumpuk, berlebihan pada keinginan pengakuan dari orang lain, berlebihan tentang pembuktian jati diri, lalu seterusnya, dan seterusnya.

Mohon maaf. Tidak ada maksud saya untuk menyinggung kamu. Terkadang saya juga begitu. Berlebihan.

Sebenarnya, dunia ini memang ramai dengan orang-orang seperti ini. Selama tidak mengganggu, yaaaa, biarkan saja. Hanya, persoalan pasti datang kalau ternyata mengusik bukan?

Seperti saya. Yang akhirnya menghapus beberapa akun facebook milik pemaki. Atau milik alay-ers. Atau nyengir kesana kemari apabila berbincang dengan orang yang tidak pernah memandang sesuatu dari sisi positif. Atau yang tiap saat pamer. Atau yang tiap saat terlihat ngibul-nya. Atau yang tiap saat ingin seluruh dunia tahu bahwa dia menderita (seolah-olah makhluk selain dirinya tidak pernah kesusahan). Sekali lagi, mohon maaf, saya juga bisa muak.

Persoalan hidup bukanlah semata-mata tentang hal sepele yang harus dilebih-lebihkan. Banyak detil yang lebih berat kapasitasnya untuk dipikirkan. Lagipula, tidak usah khawatir, semua sudah ada porsinya. Bahkan kesusahpayahan pun ada batasnya diberikan Sang Khalik pada kita. Tidak akan melebihi kekuatan kita. Contoh konkrit bukan?

Yang tadi negatif semua ya?

Bagaimana dengan 'berlebihan' yang positif?

Menurut saya (lagi-lagi) dengan pemikiran pendek, tetap saja kurang baik. Mengapa? Jika kamu termasuk orang yang sangat kaya raya, sangat baik hati, sangat pandai, sangat bahagia, sangat rendah hati, sangat sopan, sangat segala-galanya, BAGILAH KELEBIHANMU PADA TEMPATNYA! Sehingga semuanya pas. Tidak kurang. Tidak lebih. Dan semua orang yang mendapatkan kelebihanmu akan bersuka karena kekurangan mereka tertutupi.

Karena, kelebihan kita, bukan milik kita. Semua dititipkan. Ya, semuanya. Milik kita hanya sebatas cukup.

Selamat mengatur semua kelebihan dan kekurangan kita.


-Jakarta, September 2012, V-


8.03.2012

Berubah




-weheartit-



Manusia berubah.

Terserah. Mau ke koridor yang lebih baik atau malah sebaliknya.

Saya? Jangan tanya. Nyali saya juga belum cukup banyak untuk menjawab.

Hanya sedikit melit. Beberapa orang menemukan kesempatan untuk menjadi manusia beradab. Tetapi ada yang tidak.

Bukan urusan saya memang.

Sebut saja saya terlalu ingin tahu.

Benak kadang berangan. Roda dunia ini seperti apa wujudnya? Pekerjaannya memang berputar atau diam saja?

Yang saya tahu, kalau toh dia berputar, siapapun dapat menempati tempat orang lain. Betul begitu?

Lalu apa kabar dengan kita yang masih tidak sadar akan kenyataan berempati?


Before you assume, learn the facts.
Before you judge, understand why.
Before you hurt someone, feel.
Before you speak, think. –Unknown-

Sahabat saya pernah berujar, “Saya paling takut sama hukuman Sang Khalik. Cepat atau lambat, sadar atau tidak, apa yang kita lakukan selalu ada balasannya. Dan Saya lebih takut apabila yang menanggungnya adalah keturunan Saya.”

Nurani saya terhenyak. Tidak peduli julukannya adalah karma atau apapun. Yang pasti hukum tabur tuai itu hakiki.

Pelajaran berharga untuk saya malam ini. Mengingat beberapa minggu dihampiri oleh orang-orang yang mulai berubah-menurut saya-dengan tidak adanya maksud untuk mewasiti apakah mereka menjadi beradab atau sebaliknya.

Sekali lagi saya tidak berhak.

Yang pantas saya layangkan adalah ucapan terimakasih. Karena saya belajar dari manusia yang berubah.

Atau yang tidak ingin berubah.



-Jakarta, Agustus 2012,V-



5.15.2012

Waktu (Tribute to Bang Onye-Kornel M. Sihombing)




Saya sudah tidak ingat berapa lama saya tidak menggurat laman kosong pada layar berukuran 14 inci ini. Waktu seakan tidak pernah cukup sejak saya resmi menjabat predikat ibu rumah tangga. 24 jam. Seharian. Penuh.

Pernahkah kamu menyadari bahwa tiba-tiba saja langit menjadi redup? Bukan karena mendung tentunya. Tetapi karena malam menghampiri. Padahal siang baru saja menjejakkan kakinya ke bumi.

Waktu itu sifatnya mutlak. Pasti. Tidak dapat diulang. Dan setiap memori yang singgah juga bersinggungan akan berlalu seiring dengan kepergian Waktu. Waktu juga membuat tanda bahwa semua yang kita jalani adalah fana. Semua akan berakhir. Segera!

Saya tidak ingin sok menakut-nakuti. Toh, saya juga tidak punya bayangan apa-apa tentang akhir dari Waktu.

Hari ini entah mengapa saya betul-betul memikirkan bagaimana Waktu bisa bekerja keras. Mengusung semua memori ke dalam otak juga benak. Memori baik atau buruk.

Waktu sanggup mengubah detik demi detik menjadi peristiwa yang tak akan terulang lagi. Dan kali ini saya tidak tahu harus dikategorikan kepada memori bagian manakah peristiwa yang sangat memukul semua orang dengan sadis. Saya sadar sepenuhnya bahwa saya tidak punya otoritas untuk menolak pekerjaan Waktu dan penciptaNya.

Berawal ketika Waktu menibakan saya pada hari Rabu. 9 Mei 2012. Waktu memberikan informasi bahwa dia akan membawa saya pada peristiwa kehilangan. Kehilangan seorang panutan. Waktu membiarkan saya tekun mengikuti semua kejadian yang dapat saya ikuti hanya lewat media massa dan elektronik. Tak ketinggalan informasi dari sahabat-sahabat terdekat. Saya masih berharap bahwa Waktu akan mempertemukan saya (terlebih panutan saya) dengan Si Mujizat. Ternyata, hari itu, Waktu tidak berbaik hati.

Lalu, tiba pada hari Kamis. 10 mei 2012. Waktu memberikan fakta bahwa Sang Khalik punya kehendak lain. Pesawat yang ditumpangi oleh panutan saya telah ditemukan jatuh di sebuah gunung. Dengan nyali yang tinggal sedikit saya masih berhasrat Waktu punya dispensasi agar pertemuan dengan Si Mujizat terlaksana. Hasilnya sama. Nihil.

Seakan tak lelah, Waktu mengajak saya beralih dengan cepat kepada Jumat. 11 Mei 2012. Waktu memilihkan saya momen yang sangat tidak ingin diterima dengan lapang. Bahwa tidak ditemukannya korban selamat membuat kaki ini seperti tidak sedang berpijak. Pupus adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan situasi yang diberikan Waktu. Walaupun, sekali lagi, saya memang tidak punya hak tolak kepada Sang Khalik atas semua kuasa yang dilakukannya. Saya hanya mampu menerima, menyuarakan tangis dan bertanya kepada benak. Mengapa semua ini dipaparkan Waktu tanpa jeda?

Datanglah Sabtu. 12 Mei 2012. Saya dan beberapa orang sahabat mengunjungi rumah Sang Panutan di Bandung. Kami memang terlihat seperti sedang mengadakan reuni akbar. Sesungguhnya sama sekali tidak. Dalam diam saya mengenang, Sang Panutan selalu seperti ini, suka kalau kami itu satu. Kumpul dalam simpul kasih yang senantiasa beliau perlihatkan. Walaupun alasan kami terkumpul bukan dalam rangka bersenang-senang tentunya.

Akhirnya ada sedikit alasan untuk senang dengan Waktu. Ajakannya pergi ke beberapa memori baik yang pernah dilalui dengan beliau dan keluarga, saya patuhi dengan senang hati.

Saya kagum ketika saya sampai pada memori dimana beliau selalu menjaga integritasnya sebagai manusia mulia. Tidak muluk-muluk. Tidak berucap diluar koridor tatakrama. Rendah hati. Murah senyum. Disiplin. Hobi bersenda gurau dengan siapapun. Tidak menganggap orang muda itu sepele. Selalu punya ilmu untuk dibagi. Mesra dengan istri juga buah hati. Dan masih ada lusinan fakta yang tidak pernah akan cukup saya uraikan. Perwujudan buah-buah kasih itu nyata dalam tingkah lakunya. Sehingga, sejak awal saya tidak ragu menyebutnya sebagai Sang Panutan.

Beberapa malam sebelum saya menulis cerita ini, saya kurang bisa mengatur otak saya untuk beralih dari kenangan-kenangan tentang beliau. Saya memang bukan siapa-siapa. Saya hanyalah orang yang pernah belajar banyak tentang hidup dari beliau dan keluarganya. Bahkan semangat di kala Waktu menghadapkan saya dengan kekecewaan. Dan saya yakin, porsi memori tentang beliau dimiliki semua orang (yang kenal dengan beliau) dalam kuota yang besar.

Dan sudah pasti, kami sangat kehilangan beliau. Waktu benar-benar menunjukkan kapasitasnya sebagai asisten Sang Khalik dalam mengatur putaran takdir.

"Saya tetap berdoa ada keajaiban Tuhan. Saya tetap berharap Kornel survive. Sampai ada hasil identifikasi selesai dan ada berita yang pasti. Life must go on. Anak-anak harus sekolah, saudara-saudara harus bekerja. Saya akan pakai waktu menanti dengan mengumpulkan tulisan-tulisan Kornel untuk membuat buku. Saya dapat kuat dan sabar semata-mata karena Tuhan dan dukungan saudara, teman, dan semua orang yg selama ini berdoa untuk saya dan anak-anak. Jadi teruslah berdoa." (Indriati Ayub Sihombing)

Cuilan kalimat yang diutarakan istri beliau dengan tegar menjadikan tulisan saya malam ini bermakna. Iman yang beliau miliki membuat saya bergetar. Salut untuknya! Doa yang dipanjatkannya membawa Waktu berhenti sejenak. Bernafas dengan panjang. Memahami bahwa semua adalah pemberian Sang Khalik. Dan semuanya baik.

Salam rindu untukmu Bang Onye…

Sampai berjumpa lagi…

Waktu akan mempertemukan kita semua…


-Jakarta, Mei 2012, 1.21 AM, V-





3.06.2012

Selamat Merayakan Cinta!




Seperti embun, waktu menguap secepat bayangan melesat.
Ini adalah tahun kesembilan kamu menggenggam tangan saya.
Hangatnya pelukan dan doamu tadi pagi masih berdenyut hingga kini.
Dan bahagianya saya, kali ini kita sudah bertiga! Tentu saja dengan malaikat mungil yang punya senyum tiada berbanding.

Hati saya membuncahkan perasaan gembira. Tak terkatakan. Saya ingin terus merayakannya bersama kamu.
Satu tahun. Dua tahun. Sepuluh tahun. Dua puluh tahun. Selamanya.
Menyaksikan pasukan kecil kita berlarian riang. Lalu berjuang menjadi yang terbaik. Lalu bahagia saat mereka menemukan pasangan yang sepadan seperti saat saya berjumpa dengan kamu. Saya ingin kita ada disana nanti, merekam semua peristiwa. Sambil tetap bergandengan tangan tentunya.

Tidak banyak hal yang saya inginkan hari ini. Tidak akan muluk-muluk. Duduk berdua, menyeruput secangkir kopi dan coklat hangat, dan ohya, memamah cupcakes yang saya pesan minggu lalu, bercerita sampai pagi, lalu tidur berpelukan. Saya akan senang mewujudkannya dengan kamu.

Kamu, yang adalah setengah dari saya, selalu akan saya puja setelah Sang Khalik. Dan saya berterimakasih telah dianugerahi perasaan cinta yang diiringi dengan komitmen. Saya bersyukur memiliki kamu juga segala atributnya. Semoga kita selalu dapat mengarungi hidup dengan bahtera yang dinahkodai Sang Khalik.

Selamat ulang tahun untuk kita berdua. Selamat merayakan cinta. Dan saya, terlalu sayang padamu!


enjoy the cupcakes dear :*


-Jakarta, Maret 2012, V-