Mendung. Petir. Hujan.
Mereka kadang-kadang berteman, kadang-kadang tidak.
Biasanya saya suka sekali dengan hujan. Tapi tidak untuk kali ini. Hujan membawa serta mendung & petir di dalam hati saya.
Tidak enak rasanya kalau harus dipaksa membuka rentetan memori busuk.
Karena, siapakah saya, yang dapat dengan mudah menghapusnya dari rekaman peristiwa dalam otak.
Pikiran saya pun melayang, susah sekali rasanya mengampuni sosok yang satu ini, mengingat fitnahannya, mengingat kebohongannya, mengingat mulut manisnya, mengingat kecurangannya, mengingat kelicikannya, mengingat ketidak-ingin-kalahannya, mengingat kepicikannya, mengingat kemunafikannya, mengingat ke-sok-suciannya, mengingat ketidakhormatannya kepada orangtua saya.
Terlalu banyak yang pahit dibandingkan yang manis. Terlalu banyak yang tidak ingin saya ingat. Namun, semakin saya pergi beranjak menjauh, semakin sering saya lekat dengan memori itu.
Sakit hati. Ya. Pasti. Amat sangat.
Minggu depan dia akan menikah dengan pria idamannya. Menikah setelah meninggalkan pacar setianya selama 8 tahun. Yang mungkin jadi korban kebohongannya juga, lalu dibiarkan begitu saja dengan mengarang berbagai alasan supaya terlihat benar bahwa hubungan mereka harus berakhir. Tapi, akh, saya toh tidak ingin peduli juga dengan urusan mereka. Hanya kasihan. Juga berharap pria yang akan dinikahinya tidak akan bernasib sama dengan pria sebelumnya.
Saya diundang untuk hadir. Ya. Karena saya adalah istri dari sepupunya sendiri. Apakah saya harus datang? Jawabannya juga ya. Tentu saja bukan karena dia. Semua saya lakukan hanya karena saya amat sangat menghormati suami & keluarga suami saya. Terutama orangtua.
Saya hanya tidak ingin datang kesana dan menertawakannya. Menertawakan senyum palsunya. Mudah-mudahan dia sudah berubah. Tidak seperti sosok menyebalkan yang saya kenal dulu. Yang senang berbasa-basi semanis gulali, padahal di belakang bisa saja tiba-tiba menikammu.
Ya. saya mungkin agak sedikit kasar. Atau memang kasar. Tapi tidak sebanding dengan yang pernah dia lakukan kepada saya dan keluarga. Melakukannya begitu saja, dan membiarkannya menguap seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Tanpa peduli apa akibatnya.
Dan kali ini saya memang hanya ingin berbagi dengan kamu, kertas kosong yang akhirnya saya penuhi dengan tulisan. Hanya ingin menumpahkan kekesalan di dalam hati. Yang nyatanya belum bisa terhapus bagus.
-Jakarta, November 2010, V.-