Sudah lama saya tidak menyentuh papan berhuruf yang berhadapan dengan layar 14 inci ini. Ya, menjadi agak sedikit (mungkin sangat) sibuk dengan dunia saya sebagai seorang ibu baru.
Akhir bulan enam kemarin adalah awal dari kehidupan yang sekarang saya jalani. Malaikat mungil yang selalu saya nantikan hadir. Lengkap dengan tangisannya yang membahana, senyumnya yang mencuri hati, ocehannya yang mampu meluluhkan segala keletihan, dan seterusnya, dan seterusnya.
Terhitung sangat sulit perjalanannya. Saya tidak pernah menyangka mama papa saya sanggup (dan masih) melakukannya hingga kini.
Setiap saya bangun, saya masih terpana, bahwa kini kewajiban saya bukan lagi memberi makan diri sendiri. Malaikat mungil yang keluar dari rahim saya bergantung satu kali dua puluh empat jam, tujuh kali seminggu. Penuh. Total. Dapatkah kamu membayangkan bagaimana akhirnya saya betul-betul menjadi perempuan yang berguna?
Itu hanya soal makan. Lain lagi halnya dengan soal membersihkan kotoran, memandikan, menggendong, menyenandungkan nyanyian, mengajak bermain, dan bercerita. Yang paling berat adalah urusan moral dan akhlak. Jadi apa dan siapa ia nanti, semua berawal dari didikan saya. Juga mantan pacar saya tentunya.
Acapkali saya keluar dari jalur kesabaran. Dunia yang belum pernah saya diami ini terkadang tidak ramah (menurut perasaan saya). Kata orang sih saya kena baby blues. Sebenarnya saya tidak begitu peduli dengan istilah itu. Ibu baru manapun pasti merasakannya. Hanya kadarnya berbeda. Tidak punya waktu tidur yang cukup. Tidak punya waktu untuk diri sendiri. Tidak leluasa. Juga ‘tidak’ yang lain. Puncaknya pasti pada sebuah keadaan dimana saya selalu merasa bahwa saya sendirian menanggung ini semua. Namun, ketika kembali mendapat kesempatan untuk melihat wajah lugunya, hati saya terobati.
Benak saya ikut bersuara. Menjadi seorang ibu akan memakan waktu seumur hidup untuk mengemban tanggungjawab. Apapun bentuknya. Jadi tidak boleh ada kata menyerah. Walaupun sempat terbersit pemikiran bahwa saya sebenarnya siap atau tidak, titipan Sang Khalik ini HARUS saya jaga dengan hati.
Selamat datang Melody Gracia Gultom, saya tidak punya sisa kata lagi untuk mengungkapkan betapa bersyukurnya saya memiliki kamu. Saya sangat mencintai kamu dengan darah saya, airmata saya, tawa saya, dan tentu saja hati saya.
-Jakarta, Agustus 2011, V-