Sebenarnya saya ingin teriak saja. Rasa jenuh susah sekali dihindari.
Desakan ini begitu kuat. Mengepak barang seadanya ke dalam koper, pergi ke bandara, membeli tiket ke tempat yang belum pernah dihinggapi, lalu berangkat menjauhi kesendirian. Sepertinya menyenangkan.
Jawabannya sudah pasti : TIDAK BISA UNTUK KALI YANG INI.
Hari ini saya sudah mencoba menghabiskan waktu dengan memasak, membaca buku, membuka tautan-tautan internet, menonton televisi yang semakin hari menayangkan program yang tidak beresensi, menyelam di jejaring sosial, dan lain-lain, dan lain-lain. Hasilnya : nihil.
Tidak tahu sebenarnya apa yang saya butuhkan. Membuat sibuk diri sendiri di rumah sepertinya hanya perwujudan dari pelarian. Sifatnya hanya menambal. Tidak terisi sampai padat.
Kalau kamu jadi saya, bagian mana yang harus disyukuri?
Setelah berpikir lama, ada satu hal yang tetap bisa diberikan rasa syukur (Tadinya, saya juga tidak punya nyali untuk menjawab). Ya, rasa jenuh itu sendiri. Bayangkan saja kalau kita mati rasa, pasti hidup kita tidak akan punya warna. Tidak punya cerita. Tidak ada yang dituangkan dalam tulisan seperti yang sedang saya lakukan sekarang. Saya bahkan bisa menjamin, buku harianmu pun akan kosong melompong.
Dan, saya tidak akan berbohong. Detik ini pun saya masih jenuh. Juga masih berharap semua berlalu dengan lekas.
-Jakarta, Mei 2011, V-