11.18.2013

Topeng yang Merajalela

-google image-



Baru saja mendengarkan keluh kesahnya.

Beberapa hari pasti telah disimpannya rapi. Mungkin tidak akan nyaman didengar hati istri saya, pikirnya.

Takjub. Adalah hal yang menjadi reaksi saya pertama kali setelah mendengar kisah yang luar biasa busuknya. Betapa topeng-topeng keagamaan menjadi momok yang kental dengan pribadi orang masa kini. Lekat sekali. Kadang membuat muak.

Saya bukanlah orang yang benar. Bukan juga orang yang suci seperti Sang Khalik. Saya bukan hakim atas kesalahan orang lain, karena saya pun gudangnya salah.

Hanya gamang. Ada pribadi-pribadi yang berlomba memamerkan teori "ketaatan" tetapi aplikasinya bertolak seratus delapan puluh derajat.

Memang, ini bukan kali pertama saya. Berjumpa dengan individu berjudul munafik. Dan memaafkan dengan tulus itu bukan pekerjaan yang mudah.

Pertanyaannya, apakah kita dapat menghindar dari kenyataan yang terpampang lugas di hadapan kita? Tentu saja tidak. Harus diterima dan dihadapi. Katanya.

Dahulu manusia pertama hanya mengenal kata "baik" dan "sungguh amat baik". Ketika buah pengetahuan di Taman Eden mereka makan, hadirlah "baik" dan "jahat". Lalu terciptalah dosa dan anak cucunya. Dikembangkan sedemikian rupa oleh siapapun, termasuk saya.

Malam ini saya melihat kebohongan demi kebohongan dilakukan demi menyelamatkan harga diri tanpa peduli dengan eksistensi orang lain. Sepele atas pengorbanan orang lain. Remeh dengan dedikasi dan komitmen yang sudah diperjuangkan orang lain.

Tidak ada kata yang mampu menggambarkan betapa kecewanya saya. Semua hal dapat dihalalkan. Hanya untuk sebuah kesalahan konyol yang tidak ingin diakui. Walaupun demikian, hati kecil saya yakin bahwa Maha Adil itu ada. Pembalasan hakiki adalah milikNya. Kita akan menuai apa yang kita tabur bukan?

Memandangnya malam ini membuat saya sadar sepenuhnya. Bahwa separuh nyawa saya sedang bersedih. Kecewa. Direndahkan dan tidak dihargai. Setelah apa yang telah ia lakukan dengan mengorbankan segala sesuatu, terutama waktu yang hilang untuk dinikmati bersama saya dan putrinya, tidak dihiraukan.

Lapanglah hatimu sayang. Luaslah kebaikanmu. Kerja kerasmu tidak akan kembali dengan sia-sia. Saya berdoa untukmu.




-Jakarta, Nov 2013, V-

3.06.2013

Isi Angka Tiga


#scrapbook#buat sendiri#untuk kekasih#


bahagia.sempurna.sukacita.damai.nyaman.ceria.lepas.apa adanya.

sedih.kurang.dukacita.usik.kacau balau.sandung.limbung.hampa.

tawa.haru.kejut.cinta.goda.romantis.jujur.manja.

kaku.cemburu.dusta.malu.lupa.sakit hati.tuntut.emosi.

setia.perhatian.baik.jahil.nekat.maaf.sesal.sayang.

sensitif.kritik.luka.pendam.tergesa.ragu.beda.biru.



semua sudah pernah dialami. akan ada tahun-tahun yang lebih lagi. saya akan tuliskan kembali. saat usia berganti.

selamat menikmati angka tiga sayang!


-Jakarta, Maret 2013, Ulang Tahun Kami, V-

3.01.2013

Cerita Kehilangan



-weheartit-


Pasti.

Semua makhluk punya cerita kehilangan.

Apapun bentuknya, pasti menyakitkan.

Bukan hanya tentang kematian. Boleh hubungan. Boleh rutinitas. Boleh apa saja.

Seolah-olah terlihat lebih baik berjalan dalam kegelapan bersama seseorang daripada berjalan sendirian dalam benderang siang.

Bagaimana definisi kehilangan menurut kamu?

Apakah seri dengan kami yang baru saja kehilangan Ompung (nenek) hari ini?

Apakah setara dengan Ayub yang ditinggalkan teman-temannya dikala ia sakit dan jatuh miskin?

Apakah serupa dengan kekasih yang dikhianati bertubi-tubi?

Apakah identik dengan ditinggalkan?

Silakan dijawab.

Saya juga akan menjawabnya. Berdua. Dengan hati saya.



-Jakarta, Maret 2013, V-


2.22.2013

Orang Gila yang Waras



-google image-

Sebut saja kami kedatangan tamu istimewa.

Menginap beberapa malam (hingga malam tadi) di teras rumah tetangga yang baru saja pindah ke sisi ibukota yang lain.

Kami tidak menyadari kehadirannya. Pada awalnya. Namun, beberapa jenis 'kesibukan' yang dilakukan beliau mengundang perhatian. Terutama saya dan keluarga, yang paling dekat posisinya.

Mulai dari menghidupkan rokok kretek, menyusun perca koran untuk peraduan, hingga melantunkan lagu awal tahun delapan puluhan. Seolah menghiasi kesendiriannya.

Semua orang memanggilnya dengan julukan ORANG GILA. Saya tidak demikian. Karena menurut saya beliau tidak segila orang-orang yang justru waras (sewaras-warasnya). Beliau masih dapat berjalan ke toko depan dan membeli (MEMBELI bukan MEMINTA) barang yang dia inginkan. Dan uangnya didapat dengan boleh-dibilang-mengatur lalu lalang kendaraan di sekitar kompleks ini. Walaupun dengan pakaian yang sangat compang-camping, bahkan (maaf) kadang tak berpakaian. Ada saja yang menaruh iba kepadanya. Menjatuhkan beberapa uang kecil atau memberikan beliau makanan. Dari situlah saya tahu bahwa dia tidak pernah meminta atau merampas. Dia BEKERJA untuk kelangsungan hidupnya, meskipun dengan kondisi yang sedikit terganggu. Tidak gila bukan? Seperti para koruptor tak bernurani yang tega merampas hak orang lain? Tolong koreksi kalau saya salah.

Beberapa hari yang lalu, hujan turun. Deras sekali. Dan beliau berteriak sangat kencang. Berulang-ulang. Otomatis saya dan hampir semua tetangga disini terbangun. Mantan pacar saya memerhatikan beliau dari jendela. Lalu, tercekatlah saya ketika si tampan ini berkata "Ma, He is praying to God, to stop the rain. He lifts up his hands and shout!"
Kami terdiam. Dan hanya saling memandang.

Air mata saya meleleh. Dan saya berdoa malam itu. Saya tidak meminta agar hujan berhenti, karena saya yakin, mungkin ada yang membutuhkan hujan di luar sana. Saya hanya meminta Sang Khalik memeluknya, sehingga kehangatan kasur nan empuk dan keluarga yang utuh, dapat beliau rasakan juga. Dan Sang Maha Adil itu menjawab doa saya. Hujan pun terhenti. Entah mengapa. Tetapi saya yakin rasa sayang untuk semua makhluk yang DIA ciptakan adalah sama.

Setelah kejadian itu berlangsung, semua orang membicarakan beliau. Ada yang mulai beropini untuk mengusirnya. Ada juga yang ingin menyiram beliau apabila mulai gaduh. Bahkan ada yang lebih konyol, berencana menaruh oli bekas di sepanjang teras tersebut, supaya licin dan beliau tidak akan berminat tidur disitu lagi. Betul kan? Siapa yang sebenarnya menurut Anda GILA? Yang dianggap gila atau yang bangga menyebut diri mereka waras? Apakah sudah tidak ada solusi yang lebih manusiawi?

Perenungan yang berharga buat saya. Terlebih saat Adzan Subuh mulai dikumandangkan keesokan harinya. Beliau ikut melantunkan ayat-ayat suci persis seperti bunyi Adzan tersebut. Dan, menurut saya, jauh lebih merdu daripada (maaf) orang waras yang sering ngendon di rumah ibadat manapun. Saya memang tidak mengerti apa arti lantunannya. Tetapi (sekali lagi) saya meneteskan air mata disaat yang sama. Di tengah 'kegilaannya', beliau masih waras untuk mengucapkan syukur kepada Penciptanya. Bagaimana dengan kita? Cukup sadarkah kita untuk (setidaknya) berterimakasih atas segala sesuatu?

Saya akan akhiri tulisan saya kali ini dengan menuliskan sebuah lirik lagu yang 'wah' buat saya. Tiap kali saya menemani putri saya sekolah minggu, lagu ini kerap dinyanyikan. Ya, sebuah lagu anak-anak. Sederhana sekali. Namun, untuk saya pribadi, lagu ini lebih dari sekadar 'modest'. Gaungnya nyata dalam kehidupan saya. Semoga kita dapat menghargai pemeliharaan Sang Khalik atas hidup kita.

Seperti bapak GILA yang WARAS.

Burung pipit tidak menanam, tapi Tuhan b'ri makan...
Bunga bakung tidak memintal, tapi Tuhan dandani...
Terlebih aku, anak-anaknya, pasti Tuhan p'lihara...
Terlebih aku, anak-anaknya, pasti Tuhan berkati...


-Jakarta, Feb 2013, V-

1.21.2013

Empati

-google image-


Katakanlah saya memang ingin mengungkapkan buncahan pemikiran yang terlewat.

Saat saya membaca beberapa selentingan milik kerabat tentang banjir yang merundungi ibukota. Beragam tentunya. Yang menarik perhatian adalah yang tidak bermuatan empati.

“Once in five years, Jakarta Waterpark, Don’t miss it!”

“Makanya, udah dari dulu harusnya ibukota dipindahin aja ke Palangkaraya, Soekarno aja maunya begitu.”

Buat saya, komentar di atas sama dangkalnya (atau lebih tepat, sama kurangajarnya) dengan yang berikut ini.

“Biarin aja itu orang-orang US ngerasain Sandy (Superstorm Sandy) kali-kali. Banyak dosanya sih.”

Atau ini.

“Ya ampuunnn, kok lo asik sendiri sama bb (Blackberry) lo. Gaul banget lo ya, segaul ARTIS deh. Arek Autis.”

Sebenar-benarnya bukan hak saya juga untuk mengomentari kembali apa yang telah terlontar dari (maaf) kekonyolan mereka. Hanya “kagum”.

Disaat orang lain sedang kedinginan tanpa sandang,pangan, dan papan yang layak, masih ada kicauan sumbang soal banjir (dan saya berani bertaruh, mereka juga tidak tergerak untuk membantu).

Disaat orang lain kehilangan keluarga dan orang-orang yang disayangi ketika badai Sandy melanda, muncul pernyataan tidak wajar (toh saya rasa beliau ini tidak ada hubungannya dan tidak pernah dirugikan secara langsung oleh US, bahkan menggunakan dan menikmati apa yang sudah diciptakan US). Walaupun US buat saya juga tidak spesial. Sama saja.

Disaat di luar sana banyak orangtua yang berjuang untuk merawat dan mendidik anak-anak dengan keistimewaan ADHD, ada yang berlomba membuat bahan guyonan tanpa sadar bahwa pembalasan itu hakiki.

Bagaimana dengan kita? Apakah masih ada tempat di hati kita untuk Sang Empati? Apakah masih ada rasa iba ketika dipertontonkan sesama yang bersusah payah? Apakah kata-kata buruk yang meluncur dari mulut kita membuat kita jauh berbahagia?

Mantan pacar saya berbagi sesuatu tadi malam. Manusia itu diciptakan sempurna. Diberikan kehendak bebas oleh Sang Khalik. Apapun dapat kita utarakan atau kita lakukan. Persoalannya hanya terletak pada aturan. Bagaimana kita mengatur agar apa yang keluar dari liang mulut kita adalah yang keluar juga dari hati kita. Karena apa yang keluar dari hati akan tiba ke hati.

Dan itu bukanlah pekerjaan yang mudah.

Saya dan Anda akan terus belajar bijak dalam berkata-kata. Karena ucapan punya kuasa. Kendalikanlah kekuasaan yang diberikan pada kita atau kekuasaan itu pulalah yang akan menghancurkan kita.



-Jakarta, Januari 2013, V-



PS : Thank you pop sudah berbagi dengan saya. Love.

1.09.2013

Be Generous With Everything We Have

-google image-

Mengawali tahun 2013 ini saya dibekali dengan pelajaran sarat makna. Sebagai manusia yang menua dan sebagai seseorang yang ingin melabeli dirinya sebagai pribadi yang lebih baik.

Selain pesan-pesan berpetuah yang saya dapatkan persis di malam pergantian tahun kemarin, ketika keluarga besar berkumpul, saya mendapatkan pesan yang tidak kalah penting dari pelatih paduan suara yang saya ikuti. Boleh dikatakan sebagai salah satu agenda resolusi yang saya aminkan akan menjadi gaya hidup kita semua. Terdengar muluk-muluk memang, namun dapat terwujud jika kita bersedia.

Pesan ini untuk kamu atau siapa saja yang siap MEMBERI dengan hati.

Enjoy.

Di Tahun 2013 ini, Jakarta Tabernacle Choir mendapatkan pesan untuk menjadi Pelayan yang menjadi Saluran Berkat bagi sesama manusia.

Kisah Para Rasul 20:35
"Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan YESUS, sebab IA sendiri telah mengatakan : Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima."

Semua orang bisa menerima, tetapi tidak semua orang bisa memberi. Memberi ada di level yang berbeda dari menerima. Menerima adalah tentang diri sendiri, sementara memberi adalah tentang orang lain. Ketika kita menerima, kita berada pada suatu tingkatan tertentu, tetapi ketika kita memberi, kita berada di tingkatan yang lebih tinggi dari menerima.

Yakobus 4:1
"Darimanakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu."

Ayat tersebut memiliki arti bahwa semua problem yang muncul di dalam suatu komunitas biasanya diawali dengan : LEBIH mementingkan diri sendiri dibandingkan kepentingan orang lain. Dan bukan itu yang Tuhan mau kita lakukan. Pelayan itu berbicara tentang memikirkan/mementingkan kepentingan orang lain di atas kepentingan kita. Pelayan yang baik adalah menjadi yang paling akhir/mendahulukan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

Oleh karena itu, kita harus memiliki hati yang mementingkan/memerhatikan kepentingan orang lain di atas kepentingan sendiri.

Saya sangat memahami bahwa mempunyai mentalitas pelayan/pemberi itu tidak alamiah sifatnya, karena kita tidak lahir sebagai Pelayan/Pemberi, akan tetapi sebagai Penerima (kita bisa lihat kebiasaan anak kecil yang ketika makan harus disuapi, lalu dimandikan, dikenakan pakaian, didandani, dsb). Jadi, dapat dikatakan bahwa Anak Kecil mentalitasnya adalah Menerima/Dilayani. maka dari itu, setahap demi setahap, setiap anak dilatih untuk dapat melakukan hal tersebut di atas secara mandiri dan lambat laun bahkan bisa melakukannya untuk orang lain.

Demikian juga dalam kehidupan kerohanian kita, kita yang awalnya terbiasa untuk "menerima", harus mengubah kebiasaan tersebut menjadi "memberi".

Disadari atau tidak, dengan kita memberi, maka kita memperbesar kapasitas hati kita.

Matius 6:21
"Karena dimana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."

Dengan kita memberi/memberkati orang lain, maka hati kita akan berada pada orang tersebut. Semakin banyak orang yang kita berkati, maka semakin besar wilayah hati kita berada, dengan demikian kapasitas hati kita akan menjadi semakin besar.

Amsal 11:24-25
"Ada yang menyebar harta tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi meminum, ia sendiri akan diberi minum."

Saya menekankan pada kalimat "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan,..." Ayat Amsal tersebut tidak mengatakan "Siapa yang berkelimpahan akan memberi berkat", akan tetapi sebaliknya. Kita harus banyak memberi berkat terlebih dahulu, agar supaya kita berkelimpahan.

Tahap berikutnya dari memberi adalah "MOTIF".
Motif memberi juga harus benar, jangan kita memberi dengan motif "Suatu saat saya akan mendapatkan." Motif yang benar dalam memberi adalah :
1. Memberi dengan mentalitas "Giving" bukan "Getting".
2. Memberi "Walaupun...", bukan memberi "Supaya...".
3. Memberi "Meskipun...", bukan memberi "Apabila...".
4. Memberilah dengan sikap hati "MEMBERI".

Penjelasan tentang "Memberi" di atas tidak melulu tentang pemberian secara finansial atau materi, akan tetapi pemberian terhadap "SEGALA YANG KITA MILIKI", yaitu Pujian, Doa, Waktu, Tindakan, Pengampunan, dan hal lainnya.

Dan di dalam setiap pemberian kita, kita harus bermurah hati (Be Generous). Dengan memiliki sikap hati yang "Generous" dalam memberi, maka kita akan dapat melakukan pelayanan kita dengan jauh lebih baik.

BE GENEROUS WITH EVERYTHING WE HAVE.

Tuhan Memberkati,
Michael Hutagalung


-Jakarta, Januari 2013, V-
"Terimakasih Among Beshies, pesannya boleh saya bagi. God Bless You!"